LEBARAN DI RUMAH AJA, EMANG ENAK?

LEBARAN DI RUMAH AJA, EMANG ENAK?




Senin, 2 Maret 2020 mungkin akan selalu di ingat bagi sebagian orang di Indonesia. Karena pada hari itu, kasus positif Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta. Tercatat sejak hari tersebut hingga tulisan ini di susun tepatnya 27 Mei 2020 dilansir website siaga.line.me, 23.851 warga Indonesia terkonfirmasi positif terkena paparan Covid-19, 16.321 pasien yang dirawat, 6.057 pasien yang sembuh dan 1.473 jiwa yang meninggal.

Covid-19 tersebut menyebabkan dampak negatif dibanyak sektor kehidupan. Sampai – sampai kegiatan berkumpul pun dilakukan pembatasan. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi pilihan yang diambil oleh pemerintah Indonesia yang dianggap efektif diterapkan (tidak menurut penulis). PSBB yang dijalankan dengan berbagai larangan dan himbauan bahkan sudah 3 kali di perpanjang di wilayah DKI Jakarta.

Peraturan ini tentunya menyebabkan kegiatan masyarakat menjadi terbatas. Sebut saja ketika bulan Ramadhan. Sholat tarawih, buka bersama ditempat umum (bersama teman-teman dan lainnya), sampai nyekar ke kuburan pun dihimbau untuk tidak dilaksanakan saat pandemi ini berlangsung. Bahkan, kegiatan tahunan menjelang Idul Fitri yaitu mudik atau pulang kampung (mungkin berbeda arti) dilarang oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Dari sekian banyak larangan yang dilakukan, tentunya berdampak pada sektor ekonomi masyarakat. Contohnya yaitu seperti restaurant yang harus tutup, kantor-kantor yang dihimbau untuk menghentikan kegiatan aktifitasnya di kantor (lalu Work From Home) dan masih banyak lainnya. Tidak dipungkiri oleh penulis jika PSBB ini banyak dilanggar oleh masyarakat. Sebagian masyarakat yang merasa tidak betah untuk berdiam diri dirumah tetap ngeyel untuk melakukan kegiatan yang tidak penting di luar rumah. Sampai, banyak masyarakat yang melakukan segala cara agar bisa mudik (atau pulang kampung).

“sebuah semut yang kecil, bisa menyebabkan ubin keramik bolong”. Mungkin kalimat tersebut penulis analogikan dengan betapa kreatifnya masyarakat Indonesia untuk mencari celah melanggar peraturan PSBB yang sudah ditetapkan. Contohnya saja seperti ada sebagian orang yang ”ngumpet” di dalam truk sayur hanya untuk berpergian ke kampung halamannya. Penulis mempunyai pertanyaan tentunya di benak pikiran penulis. Kalo lebaran di Jakarta, memangnya kenapa?. Meskipun rasanya berbeda dengan tahun sebelumnya, teknologi yang ada sudah bisa menjadi pengganti mudik yang sedang dilarang. Banyak perusahaan atau institusi yang memberikan contoh sekaligus praktek untuk tetap bisa bertatap muka dengan saudara dan keluarga di kampung halaman melalui fitur video call. Bagi penulis sendiri, video call memang beda rasanya ketika bisa berkumpul secara langsung dengan keluarga masing – masing. Lebaran di rumah saja, memang kurang nikmat bagi kita semua. Euforia yang biasa terjadi ketika lebaran sebelumnya, tidak terasa sama sekali di tahun 2020 ini.

Tentu saja, ada hal positif yang bisa diambil dari larangan untuk tidak mudik dan lebaran di rumah saja. Kalian yang tidak bisa mudik, setidaknya bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi “akamsi” atau sebutan bagi warga asli Jakarta yang tidak pernah mudik ke kampung halamannya. Lebih positif lagi adalah kita tidak membantu Covid-19 untuk tersebar lebih luas lagi. Semua kembali ke diri masing - masing. Tentu semuanya hanya soal bagaimana kita mensyukuri setiap kejadian.




-Semua tulisan ini hanyalah opini dari penulis-

Comments